Ditulis oleh Tim Konten Medis
Pecah pembuluh darah di otak dapat disebabkan oleh trauma kepala, hipertensi, aneurisma, hingga kelainan pembekuan darah. Penanganan medis meliputi obat-obatan seperti nimodipine, pereda nyeri, hingga operasi coiling atau clipping.

Pecahnya pembuluh darah di otak merupakan kondisi medis serius yang bisa terjadi secara tiba-tiba dan menyebabkan gangguan fungsi otak. Tekanan dari perdarahan dapat merusak jaringan otak dan memicu gejala seperti sakit kepala hebat, kejang, hingga kehilangan kesadaran.
Karena risikonya tinggi, penting untuk mengenali berbagai penyebab dan penanganan yang tepat sejak dini. Dengan pemahaman yang tepat, kita bisa mengurangi dampak fatal yang mungkin terjadi akibat perdarahan otak.
Penyebab Pembuluh Darah Otak Pecah
Pecahnya pembuluh darah di otak, atau perdarahan otak, merupakan kondisi serius yang bisa terjadi secara tiba-tiba dan mengancam nyawa. Kondisi ini terjadi ketika pembuluh darah di otak mengalami kerusakan, menyebabkan darah keluar ke jaringan otak di sekitarnya dan menimbulkan tekanan tinggi dalam tengkorak.
Mengetahui penyebab pecah pembuluh darah di otak dapat membantu mencegah kondisi ini sebelum menimbulkan akibat fatal.
1. Cedera Kepala (Head Trauma)
Cedera kepala adalah penyebab paling umum dari pembuluh darah di otak pecah, terutama pada usia di bawah 50 tahun. Benturan keras akibat kecelakaan, jatuh, atau olahraga ekstrem dapat merusak struktur pembuluh darah otak, memicu perdarahan internal dan menimbulkan gejala seperti pusing mendadak, mual, hingga kehilangan kesadaran.
Baca Juga: Apa Itu Stroke Iskemik? Penyebab, Gejala Pengobatan
2. Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
Hipertensi yang tidak terkendali dapat melemahkan dinding pembuluh darah dari waktu ke waktu. Akibatnya, tekanan darah yang terus-menerus tinggi bisa menyebabkan pembuluh darah pecah di otak, menimbulkan gejala penyumbatan pembuluh darah di otak atau stroke perdarahan.
3. Aneurisma Otak
Aneurisma adalah pelebaran atau pembengkakan dinding pembuluh darah yang bisa pecah sewaktu-waktu. Jika aneurisma pecah, darah bisa menyebar ke jaringan otak dan menyebabkan gangguan saraf yang serius, termasuk kejang, kelumpuhan, atau kehilangan kesadaran mendadak.
4. Kelainan Pembuluh Darah (AVM)
Malformasi arteri-vena (AVM) adalah kondisi bawaan di mana pembuluh darah otak terbentuk secara tidak normal. AVM bisa melemahkan struktur pembuluh darah sehingga lebih rentan pecah, bahkan tanpa gejala sebelumnya, yang bisa menjadi penyebab utama dari gejala pecah pembuluh darah di otak.
5. Amyloid Angiopathy
Kondisi ini sering ditemukan pada lansia, di mana protein amyloid menumpuk di dinding pembuluh darah otak. Penumpukan ini menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh dan mudah pecah, sering kali menyebabkan perdarahan mikro berulang yang sulit terdeteksi sebelum muncul gejala serius.
6. Gangguan Pembekuan Darah
Penyakit seperti hemofilia atau anemia sel sabit dapat mengganggu kemampuan tubuh untuk menghentikan perdarahan. Jika terjadi perdarahan di otak, tubuh kesulitan membentuk bekuan darah, sehingga pendarahan bisa berlangsung lebih lama dan memperparah kerusakan jaringan otak.
7. Penyakit Hati
Masalah hati kronis seperti sirosis dapat mempengaruhi kemampuan darah untuk membeku dengan normal. Hal ini meningkatkan risiko perdarahan spontan di berbagai bagian tubuh, termasuk di otak, yang bisa menjadi penyebab pecah pembuluh darah di otak.
8. Tumor Otak
Beberapa jenis tumor otak dapat menyebabkan pembuluh darah di sekitarnya menjadi rapuh dan mudah pecah. Selain itu, tumor juga dapat meningkatkan tekanan di dalam otak, memperbesar risiko perdarahan dan memperparah akibat pembuluh darah pecah di area tersebut.
Baca Juga: Penyebab Cedera Otak Traumatik, Gejala, dan Pengobatan
Obat untuk Mengatasi Pembuluh Darah yang Pecah
Ketika pembuluh darah di otak pecah, kondisi ini membutuhkan penanganan medis segera untuk mencegah kerusakan otak yang lebih parah. Salah satu bentuk penanganan utama adalah pemberian obat-obatan yang dapat mengurangi risiko komplikasi lanjutan dan meredakan gejala seperti sakit kepala hebat, mual, atau kejang.
Penanganan farmakologis ini sangat penting, terutama untuk mencegah gejala pecah pembuluh darah di otak yang bisa memburuk dalam waktu singkat. Berikut adalah beberapa jenis obat yang umum dokter berikan dalam menangani akibat pembuluh darah pecah di otak:
1. Nimodipine
Nimodipine adalah obat yang umum untuk mencegah iskemia otak sekunder, yaitu kondisi berkurangnya suplai darah ke otak setelah perdarahan subarachnoid. Obat ini biasanya dokter berikan selama tiga minggu untuk menurunkan risiko kerusakan otak lebih lanjut akibat gangguan aliran darah.
Meskipun efek sampingnya jarang, nimodipine dapat menyebabkan jantung berdebar, kemerahan pada kulit, mual, sakit kepala, atau ruam.
2. Obat Pereda Nyeri
Sakit kepala hebat adalah salah satu ciri-ciri pembuluh darah pecah yang paling umum pasien rasakan. Untuk mengurangi rasa nyeri ini, dokter biasanya memberikan analgesik kuat seperti morfin, atau kombinasi antara kodein dan parasetamol.
Obat-obatan ini membantu membuat pasien lebih nyaman selama masa pemulihan.
3. Obat Tambahan Lain
Selain nimodipine dan pereda nyeri, ada juga obat-obatan tambahan yang diberikan sesuai kebutuhan. Misalnya, antikonvulsan seperti fenitoin digunakan untuk mencegah kejang yang dapat muncul setelah pembuluh darah di otak pecah.
Obat antimual seperti promethazine juga kerap diberikan untuk meringankan rasa mual atau muntah akibat kondisi ini.
Baca Juga: 11 Gejala Akibat Peredaran Darah Tidak Lancar pada Tubuh
Operasi untuk Mengatasi Pembuluh Darah di Otak Pecah
Jika pembuluh darah di otak pecah disebabkan oleh aneurisma, maka tindakan bedah mungkin dibutuhkan untuk mencegah pecahnya kembali di masa depan. Prosedur ini bertujuan menutup aneurisma agar tidak membesar atau berdarah kembali.
Tindakan bedah dilakukan dengan pembiusan total (bius umum) dan jenis operasinya akan dipilih berdasarkan kondisi kesehatan pasien serta letak aneurisma tersebut.
1. Coiling
Prosedur coiling dilakukan dengan memasukkan kateter tipis melalui pembuluh darah di paha atau selangkangan menuju ke otak. Melalui kateter ini, dokter akan memasukkan gulungan platinum kecil ke dalam aneurisma hingga area tersebut tertutup sempurna.
Dengan teknik ini, aliran darah tidak bisa lagi masuk ke dalam aneurisma, sehingga risiko pecah ulang dapat dicegah.
2. Clipping
Pada teknik clipping, dokter bedah akan membuka sebagian kecil tulang kepala (kraniotomi) untuk mencapai lokasi aneurisma. Setelah ditemukan, bagian dasar aneurisma akan dijepit dengan klip logam kecil agar tidak lagi terisi darah.
Seiring waktu, dinding pembuluh darah akan menutup di sekitar klip tersebut dan secara permanen mencegah aneurisma pecah kembali.
3. Coiling vs Clipping
Pilihan antara coiling atau clipping tergantung dari ukuran, bentuk, dan lokasi aneurisma. Coiling sering lebih dipilih karena memiliki risiko komplikasi jangka pendek yang lebih rendah, dan pemulihan pasien cenderung lebih cepat.
Namun, dalam kasus darurat, lama rawat inap dan pemulihan lebih ditentukan oleh tingkat keparahan perdarahan, bukan jenis prosedurnya.
Baca Juga: Akupuntur Stroke
Jika Anda mengalami pecah pembuluh darah di otak, segera kunjungi Ciputra Hospital, dapatkan kemudahan untuk konsultasi dan membuat janji dengan dokter pilihan Anda. Cek informasi lengkap mengenai layanan Ciputra Hospital, mulai dari rawat jalan hingga Medical Check Up (MCU), hanya di situs resmi atau kunjungi langsung fasilitas terdekat sekarang juga.
Telah Direview oleh Dr. Sony Prabowo, MARS
Source:
- Web MD. Brain Hemorrhage: Causes, Symptoms, Treatments. Oktober 2025.
- NHS. Subarachnoid haemorrhage. Oktober 2025.




