Ditulis oleh Tim Konten Medis
Penyebab depresi remaja bisa dipengaruhi karena pengaruh spesifik dari dalam diri masing-masing anak hingga risiko nonspesifik yang berasal dari keluarga dan lingkungan sekitar. Remaja yang mempunyai rasa percaya diri rendah, mengalami kekerasan, hidup dalam masalah ekonomi dan kemiskinan cenderung lebih berisiko terkena depresi. Gejalanya bisa berupa perubahan emosional sampai perubahan perilaku.

Penyebab depresi remaja dipicu oleh faktor spesifik, non-spesifik, dan faktor ketahanan dari setiap individu.
Depresi dapat menyerang berbagai kalangan usia, tidak terkecuali remaja. Gejalanya bisa berupa merasa rendah diri, sulit fokus, dan sering menyalahkan diri sendiri.
Sebagai orang tua, Anda perlu memantau dan berkomitmen dalam membantu perkembangan anak selama masa remaja. Hal ini diperlukan untuk mewujudkan kesehatan mental yang optimal.
Apa yang Dimaksud dengan Depresi Remaja?
Depresi yang terjadi pada masa remaja merupakan hal yang umum. Menurut National Comorbidity Survey (NCS), remaja di usia 15-18 tahun rentan terkena depresi dan 20 persen remaja akan mengalaminya pada usia 18 tahun.
Pada kondisi awal, gejala depresi dikaitkan dengan masalah kesehatan tertentu, seperti penyakit kronis dan episodik. Kondisi ini hampir serupa dengan depresi pada orang dewasa yang terjadi secara berulang dan persisten.
Depresi pada remaja biasanya terjadi akibat gangguan di sekolah, gangguan di sekolah, pekerjaan, hubungan pribadi, dan penyalahgunaan zat. Kondisi ini bisa mengancam nyawa apabila tidak segera ditangani sedini mungkin.
Penyebab Depresi pada Remaja
Ada sejumlah penyebab depresi pada remaja, mulai dari faktor spesifik, faktor non-spesifik, hingga faktor ketahanan dari setiap individu. Berikut ini adalah penjelasannya:
1. Faktor Risiko Spesifik
Faktor risiko spesifik merupakan kondisi yang memengaruhi peningkatan risiko depresi pada remaja. Kondisi ini meliputi harga diri rendah, citra tubuh negatif, dan rendahnya dukungan sosial.
Faktor spesifik dapat diketahui dengan adanya riwayat depresi keluarga yang diturunkan oleh orang tua ke anak. Kondisi ini berisiko lebih tinggi 2-4 kali lipat untuk mengembangkan gejala depresi.
Namun, tidak semua anak dari orang tua yang depresi bisa memiliki gangguan yang sama. Kondisi ini tergantung dari kesehatan mental yang dimilikinya.
Baca Juga: Gangguan Panik dan Depresi
2. Faktor Risiko Nonspesifik
Ada sejumlah faktor risiko nonspesifik pada remaja yang bisa meningkatkan risiko gejala depresi, antara lain:
- Masalah ekonomi atau kemiskinan
- Sering mengalami kekerasan dari orang lain atau anggota keluarga
- Terjadinya penganiayaan anak
- Perceraian orang tua
Anda bisa mengatasi depresi pada remaja dengan menjaga keharmonisan keluarga dan saling mendukung satu sama lain. Penelitian membuktikan bahwa mengatasi faktor risiko spesifik dan nonspesifik memiliki peluang terbaik untuk mencegah timbulnya depresi yang semakin parah.
3. Faktor Ketahanan
Faktanya, masih banyak remaja mengalami depresi akibat memiliki faktor ketahanan. Kondisi ini biasanya terjadi akibat kurangnya dukungan dari orang terdekat, seperti teman, saudara, dan keluarga.
Anda bisa mengatasi depresi pada remaja dengan cara mendukung dan mempererat hubungan dengan anak. Hal ini dapat membantu mereka untuk mengontrol emosi dan mencegah gejala depresi yang terjadi di kemudian hari.
Baca juga: Anak Bisa Depresi Karena Orangtua?
Gejala Depresi pada Remaja
Tanda dan gejala depresi pada remaja dapat terdeteksi dengan adanya perubahan sikap dan perilaku. Perubahan ini menimbulkan tekanan dan masalah serius di rumah, sekolah, dan berbagai aktivitas sosial lainnya.
Gejala depresi pada remaja cenderung bervariasi, tergantung dari tingkat keparahannya. Namun, ada beberapa keluhan umum yang bisa terjadi, antara lain:
1. Perubahan Emosional
Salah satu gejala depresi pada remaja adalah mengalami perubahan emosional. Kondisi ini ditandai dengan sejumlah gejala, seperti:
- Mudah merasa sedih atau menangis tanpa penyebab yang jelas
- Sering marah atau frustasi pada hal-hal kecil
- Merasa putus asa
- Mudah tersinggung dan mengalami perubahan suasana hati
- Kehilangan minat pada hobi atau kesenangan
- Merasa rendah diri
- Perasaan tidak berharga atau sering menyalahkan diri sendiri
- Berfokus pada kegagalan di masa lalu dan sering mengkritik diri sendiri secara berlebihan
- Sulit berpikir, tidak fokus, dan tidak mampu membuat keputusan
- Memiliki perasaan bahwa kehidupan dan masa depan suram
- Sering berpikir tentang kematian atau bunuh diri
Baca Juga: Perbedaan Stres dan Depresi
2. Perubahan Perilaku
Selain emosional, ada sejumlah perubahan perilaku yang sering terjadi pada remaja yang depresi. Kondisi ini memerlukan penanganan yang tepat untuk mencegah gejala yang semakin parah.
Berikut perubahan perilaku yang perlu orangtua perhatikan:
- Mudah merasa lelah dan sering kehilangan energi
- Sulit tidur atau tidur terlalu banyak
- Perubahan nafsu makan, seperti kehilangan selera makan atau keinginan makan meningkat sehingga memengaruhi berat badan
- Penggunaan alkohol atau obat-obatan berbahaya
- Mudah merasa gelisah, seperti meremas tangan, tidak mampu duduk diam, dan sering mondar-mandir
- Cara berpikir, berbicara, atau gerakan tubuh yang lambat
- Sering mengeluh nyeri tubuh dan sakit kepala tanpa penyebab yang jelas
- Menarik diri dari lingkungan sosial
- Prestasi di sekolah yang buruk atau sering absen di sekolah
- Tidak menjaga kebersihan atau penampilan diri
- Melukai diri sendiri, seperti memotong atau membakar
- Melakukan percobaan bunuh diri
Solusi dan Cara Mengatasi Depresi pada Remaja
Terdapat beberapa perawatan tertentu untuk mengatasi depresi pada remaja. Berikut ini adalah beberapa solusi dan cara mengatasi depresi pada remaja:
1. Psikoterapi
The American Psychiatric Association dan American Academy of Child and Adolescent Psychiatry merekomendasikan psikoterapi untuk mengobati gejala depresi pada anak-anak dan remaja. Perawatan ini dilakukan dengan mengelola pikiran, emosi, dan perilaku penderita.
Namun, remaja yang mengalami gejala depresi sedang hingga berat membutuhkan perawatan kombinasi. Cara mengatasinya bisa dengan menerapkan terapi perilaku kognitif (CBT) dan terapi interpersonal.
CBT terdiri dari beberapa teknik dan metode perilaku untuk meningkatkan keterampilan komunikasi dan menjaga hubungan baik dengan teman sebayanya. Terapi ini berperan penting untuk mengatasi pola pikir negatif dan mampu memecahkan masalah dengan tepat.
Sementara itu, terapi interpersonal hanya berfokus pada adaptasi terhadap perubahan gaya hidup. Misalnya, dalam hubungan, transisi peran pribadi, dan membentuk hubungan interpersonal.
Baca Juga: Apakah Depresi Penyakit Keturunan?
2. Farmakoterapi
Penggunaan pengobatan farmakoterapi terdiri dari obat antidepresan bagi anak-anak dan remaja. Jenis obat ini dapat berupa fluoxetine (Prozac), citalopram (Celexa), dan sertraline (Zoloft).
Obat antidepresan sering digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan depresi sedang hingga berat. Pengobatan harus dari dosis rendah untuk mencegah risiko efek samping yang terjadi.
Jika obat antidepresan tidak berhasil, sebaiknya segera berdiskusi dengan dokter untuk mendapatkan pengobatan alternatif yang tepat.
Kapan Harus ke Dokter?
Jika Anda atau orang terdekat mengalami gejala depresi dengan perubahan perilaku dan emosional, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Anda bisa kunjungi rumah sakit Ciputra Hospital terdekat untuk konsultasi kesehatan.
Yuk, jaga kesehatan tubuh dengan rutin melakukan medical check up di Ciputra Hospital. Anda juga bisa konsultasi dan buat janji dengan dokter di Ciputra Hospital terdekat.
Cek layanan rumah sakit Ciputra Hospital mulai dari rawat jalan hingga Medical Check Up (MCU) selengkapnya sekarang juga.
Telah direview oleh Dr Sony Prabowo, MARS
Source:
- American Family Physician. Treatment of Childhood and Adolescent Depression. November 2024.
- National Library of Medicine. The Prevention of Adolescent Depression. November 2024.
- WebMD. Teen Depression. November 2024.