Ditulis oleh Tim Konten Medis
Demensia adalah kondisi ketika seseorang kehilangan kemampuan berpikir, bernalar, dan mengingat. Bahkan, beberapa orang dengan kondisi sering kali tidak mampu mengendalikan emosi dan kepribadian mereka sehingga dapat berubah-ubah.

Demensia ditandai dengan penurunan kognitif.
Banyak orang menganggap bahwa penyakit demensia dan Alzheimer adalah dua kondisi yang sama. Padahal, kedua penyakit ini memiliki perbedaan signifikan meskipun membuat penderita kehilangan memori atau lupa ingatan parah.
Perbedaan demensia dan Alzheimer dapat terlihat dari penyebab, gejala, cara mengatasinya. Demensia bisa berbahaya dan sering kali mengancam nyawa. Seiring berjalannya waktu, kondisi ini membuat penderita kehilangan kemampuan untuk mengingat dan berinteraksi secara efektif sehingga menurunkan kualitas hidupnya.
Apa Itu Demensia?
Penyakit demensia adalah istilah umum untuk penurunan kognitif yang mengganggu aktivitas sehhari-hari. Penurunan kognitif ini dapat berupa kehilangan ingatan, bahasa, proses pemecahan masalah, dan kemampuan berpikir lainnya.
Alzheimer menjadi salah satu penyebab demensia yang paling umum. Demensia pada lansia bukanlah penyakit tunggal.
Kondisi ini memiliki sekumpulan gejala yang disebabkan oleh perubahan otak yang tidak normal. Selain kemampuan kognitif, demensia juga memengaruhi perilaku, perasaan, dan hubungan penderita dengan orang terdekatnya.
Baca Juga: Kenali Ciri-Ciri Alzheimer di Usia Muda, Bukan Hanya Pikun!
Jenis Demensia
Berikut ini adalah jenis-jenis demensia yang perlu Anda ketahui:
1. Penyakit Alzheimer
Kondisi ini terjadi akibat penumpukan protein di otak yang memengaruhi sel-sel otak. Seiring waktu, Alzheimer bisa menyebabkan gejala parah akibat banyaknya sel otak yang rusak.
Usia merupakan faktor risiko terbesar untuk terkena penyakit Alzheimer. Penyakit ini biasanya menyerang orang berusia di atas 65 tahun.
2. Demensia Vaskular
Ini termasuk jenis demensia kedua yang paling umum setelah Alzheimer. Demensia vaskular terjadi karena berkurangnya aliran darah ke otak.
Kondisi ini bisa menimbulkan gejala sulit berkonsentrasi, berpikir, dan melakukan aktivitas sehari-hari. Demensia vaskular juga bisa disebabkan oleh kondisi lain yang memengaruhi pasokan
3. Demensia Frontotemporal
Demensia frontotemporal (FTD) adalah istilah umum yang memengaruhi lobus frontal dan temporal otak. Kondisi ini bisa membuat penderita mengalami gangguan kepribadian, perilaku, bahasa, dan berbicaraa.
Tidak seperti jenis penurunan kognitif lainnya, kehilangan ingatan dan sulit berkonsentrasi jarang terjadi pada kondisi awal. Ini termasuk bentuk demensia langka, hanya ada satu dari 20 orang yang terdiagnosis FTD
4. Demensia Campuran
Penderita bisa saja mengalami dua jenis demensia, seperti kombinasi antara penyakit Alzheimer dan demensia vaskular. Kondisi ini sering menyerang orang yang berusia di atas 75 tahun.
Penelitian membuktikan bahwa demensia campuran sering kali tidak dikenali dan terdiagnosis secara efektif. Gejalanya juga bervariasi, tergantung pada bagian otak yang terpengaruh.
5. Dementia Lewy Body
Dementia lewy body dapat dialami oleh 10-15 persen dari semua penderita. Saat mengalami gejala awal, beberapa orang salah mengartikan kondisi ini sebagai penyakit Alzheimer.
Dementia lewy body dapat memengaruhi kemampuan seseorang untuk berpikir dan bergerak serta memicu halusinasi dan gangguan tidur.
Baca Juga: Ketahui Mati Batang Otak, Benarkan Sudah Dipastikan Meninggal Secara Medis?
Penyebab Demensia
Demensia bukanlah bagian dari proses alami penuaaan. Kondisi ini terjadi karena penyakit merusak sel-sel saraf di otak.
Sel saraf berperan penting untuk membawa sinyak ke berbagai bagian otak dan bagian tubuh lainnya. Semakin banyak sel saraf yang rusak, hal ini bisa membuat fungsi otak tidak bekerja dengan baik.
Demensia akibat penyakit tertentu dapat memengaruhi otak dengan berbagai cara. Karena hal inilah, pasien mengalami penurunan kognitif dan gejala lainnya.
Faktor Risiko Penyebab Demensia
Ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan kognitif, di antaranya:
- Usia di atas 65 tahun
- Memiliki riwayat penyakit keluarga
- Mengidap sindrom Down
- Kebiasaan merokok dan penyalahgunaan alkohol
- Mengalami penumpukan plak (aterosklerosis)
- Kadar kolesterol jahat (LDL) dan gula darah yang tinggi
- Kadar homosistein dalam darah berlebihan
Gejala Demensia
Kondisi ini dapat menimbulkan sejumlah gejala ketika sel saraf di otak berhenti bekerja atau mati. Gejala demensia cenderung bervariasi, tergantung pada jenisnya.
Adapun hal-hal yang dirasakan pasien demensia dapat berupa:
- Mengalami hilang ingatan dan merasa kebingungan
- Sulit berbicara
- Tidak dapat memahami dan mengungkapkan pikirannya, serta membaca dan menulis
- Sering mengulang pertanyaan
- Berkeliaran atau mudah tersesat di lingkungan rumah
- Menggunakan kata-kata tidak biasa yang merujuk pada objek tertentu
- Sulit mengelola uang secara bertanggung jawab
- Membutuhkan waktu lama dalam menyelesaikan aktivitas sehari-hari
- Kehilangan minat pada aktivitas atau hobi yang dimiliki
- Bertindak impulsif
- Kehilangan keseimbangan dan gangguan pergerakan
- Tidak peduli dengan perasaan orang lain
- Berhalusinasi atau mengalami delusi
Diagnosis Penyakit Demensia
Dokter dapat mendiagnosis demensia dengan melakukan riwayat medis, pemeriksaan fisik, hingga tes neurologis. Pada tes neurologis, pemeriksaan ini melibatkan uji keseimbangan, respons sensorik, refleks, kemampuan mengingat dan berpikir.
Tidak hanya itu, dokter juga meminta penderita untuk menjalani tes pencintraan pada otak, tes darah, genetik, dan evaluasi kesehatan mental guna mendapatkan hasil diagnosis yang tepat.
Namun, ada banyak jenis demensia yang memiliki gejala yang hampir serupa sehingga sulit menemukan hasil diagnosis yang akurat. Penurunan kognitif juga sulit didiagnosis sebagai penyakit tunggal karena seseorang bisa saja memiliki lebih dari satu jenis penyakit.
Komplikasi Demensia
Demensia berkaitan dengan penurunan fungsi otak. Bagian tubuh ini mengendalikan semua fungsi tubuh sehingga bisa menyebabkan komplikasi serius apabila demensia tidak ditangani dengan baik.
Komplikasinya dapat meliputi:
- Dehidrasi dan kekurangan nutrisi (malnutrisi)
- Mengalami luka baring atau ulkus dekubitus
- Cedera dan patah tulang akibat terjatuh
- Serangan jantung
- Gagal ginjal
- Pneumonia
- Sepsis
Cara Mengatasi Demensia
Sebagian besar jenis demensia tidak bisa disembuhkan. Namun, penderita bisa mengelola gejalanya dengan perawatan sesuai anjuran dokter, sebagai berikut:
1. Konsumsi Obat
Penderita bisa mengelola gejala penurunan kognitif sementara dengan obat resep. Jenis obat ini meliputi:
- Inhibitor kolinesterase: Obat ini bekerja dengan meningkatkan zat kimia yang terlibat dalam memori pada otak. Inhibitor kolinesterase dapat berupa donepezil, rivastigmine, dan galantamine.
- Memantine: Obat ini mampu mengatur aktivitas glutamat yang melibatkan fungsi otak seperti belajar dan mengingat. Dokter biasanya meresepkan memantine bersama dengan penghambat kolinesterase.
- Obat-obatan lainnya: Penderita dapat mengoonsumsi obat lainnya untuk meredakan gejala yang terjadi. Obat yang diresepkan juga mampu mengatasi depresi, gangguan tidur, dan halusinasi.
Baca Juga: Tumor Otak: Penyebab, Gejala, dan Pengobatan
2. Perawatan Terapi
Beberapa gejala penurunan kognitif dan masalah perilaku dapat Anda atasi dengan perawatan terapi, seperti:
- Terapi okupasi: Perawatan ini bertujuan untuk mencegah penderita jatuh dan mengelola perilaku, serta mempersiapkan diri saat gejala demensia terjadi.
- Perubahan lingkungan: Mengurangi kebisingan dapat memudahkan penderita untuk fokus dan beraktivitas. Anda bisa menyembunyikan barang-barang berbahaya, seperti pisau dapur agar tidak digunakan oleh penderita secara tidak sengaja.
- Membagi tugas: Anda bisa membantu penderita dengan membagi tugas dengan langkah yang lebih mudah. Pastikan untuk berfokus pada keberhasilan, bukan kegagalan sehingga mengurangi rasa bingung pada penderita.
Cara Mencegah Demensia
Tidak ada cara pasti untuk mencegah demensia. Namun, Anda bisa melakukan hal-hal berikut untuk mengurangi risiko penurunan kognitif di kemudiian hari:
- Menjaga pikiran tetap aktif: Cobalah untuk merangsang pikiran dengan meluangkan waktu untuk membaca, memecahkan teka-teki, dan bermain permainan kata.
- Berhenti merokok: Penelitian membuktikan bahwa merokok di usia paruh baya dapat meningkatkan risiko penyakit tersebut dan gangguan pembuluh darah.
- Mencukupi kebutuhan nutrisi penting: Terdapat studi yang melaporkan bahwa orang dengan kadar vitamin D rendah lebih berisiko terkena penyakit Alzheimer dan bentuk penyakit lainnya.
- Menjaga kualitas tidur: Pastikan untuk menjaga kebiasaan tidur yang baik. Konsultasikan ke dokter apabila Anda sering mendengkur keras atau terengah-engah saat tidur.
- Mengatasi gangguan pendengaran: Orang dengan gangguan pendengaran memiliki risiko lebih besar terhadap penurunan kognitif.
- Menerapkan pola makan sehat: Cobalah untuk mengonsumsi buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, dan asam lemak omega-3 guna menurunkan risiko penyakit tersebut.
- Rutin berolahraga: Dalam seminggu, Anda bisa berolahraga selama 150 menit. Selain olahraga, pastikan juga untuk menjaga interaksi sosial dengan keluarga, teman, dan orang terdekat.
Pengobatan Demensia ke Dokter
Apabila Anda mengenali ciri-ciri demensia, seperti sulit mengingat, tidak fokus, dan perubahan perilaku lebih sensitif pada orang terdekat, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan perawatan yang tepat. Anda bisa kunjungi rumah sakit Ciputra Hospital terdekat untuk konsultasi kesehatan.
Cek layanan rumah sakit Ciputra Hospital mulai dari rawat jalan hingga Medical Check Up (MCU). Yuk, jaga dan cek kondisi kesehatan kamu sekeluarga bersama Ciputra Hospital!
Telah direview oleh dr. Sony Prabowo, MARS
Source:
- Alzheimer’s Society. What is Dementia? Symptoms, Causes and Treatments. Mei 2025.
- Dementia UK. Types of Dementia. Mei 2025.
- Health. The Similarities and Differences Between Alzheimer’s Disease and Dementia. Mei 2025.
- National Institute on Aging. What Is Dementia? Symptoms, Types, and Diagnosis. Mei 2025.