Ditulis oleh Tim Konten Medis
Inkontinensia urine adalah gangguan yang membuat seseorang sulit menahan kencing. Kondisi ini bisa Anda tangani melalui perubahan gaya hidup, terapi, maupun pengobatan medis.

Inkontinensia urine adalah kondisi ketika seseorang tidak mampu mengendalikan keluarnya urine secara normal. Kondisi ini bisa adanya saat sedang batuk atau bersih, sehingga tidak dapat menahan buar air kecil.
Masalah ini dapat siapa saja alami, mulai dari usia muda hingga lanjut usia, dengan penyebab dan tingkat keparahan yang beragam. Mengenali gejala serta cara mengatasinya menjadi langkah penting agar kondisi tidak semakin memburuk.
Apa Itu Inkontinensia Urine?
Inkontinensia urine adalah kondisi ketika seseorang kehilangan kendali atas kandung kemih sehingga urine keluar tanpa disadari. Hal ini bisa mengganggu aktivitas sehari-hari dan menurunkan rasa percaya diri penderitanya.
Sistem kemih seharusnya bekerja dengan baik untuk menyaring, menyimpan, dan mengeluarkan urine secara teratur. Namun, ketika ada gangguan, urine bisa keluar tanpa kontrol, dan kondisi ini bisa dialami siapa saja, tidak hanya pada usia lanjut.
Baca Juga: Mengenal Ciri-Ciri Urine Abnormal: Warna hingga Aromanya
Jenis Inkontinensia Urine
Mengenali jenisnya sangat penting agar penanganan bisa Anda lakukan secara tepat sesuai kondisi yang Anda alami. Berikur beberapa jenisnya:
- Inkontinensia Urgensi. Jenis ini muncul dengan dorongan mendadak untuk buang air kecil yang sulit Anda tahan. Sering kali urine keluar sebelum sempat mencapai toilet.
- Inkontinensia Stres. Kebocoran urine terjadi saat ada tekanan pada perut, misalnya ketika batuk, tertawa, bersin, atau mengangkat benda berat. Kondisi ini cukup umum pada wanita setelah melahirkan.
- Inkontinensia Overflow. Terjadi ketika kandung kemih tidak bisa kosong sepenuhnya sehingga urine menetes tanpa Anda sadari. Hal ini biasanya berhubungan dengan masalah pada prostat atau penyakit tertentu seperti diabetes.
- Inkontinensia Campuran. Jenis ini merupakan kombinasi dari dua atau lebih inkontinensia, misalnya urgensi dan stres sekaligus. Gejalanya bisa berbeda-beda tergantung situasi yang memicu kebocoran urine.
Penyebab Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine bisa karena berbagai faktor yang memengaruhi kekuatan otot panggul maupun fungsi kandung kemih. Kondisi ini sering muncul setelah kehamilan, persalinan, atau saat memasuki masa menopause, tetapi bisa juga terjadi karena masalah kesehatan tertentu.
- Kehamilan dan persalinan yang melemahkan otot panggul akibat tekanan janin dan proses melahirkan.
- Menopause yang menyebabkan penurunan hormon estrogen sehingga otot panggul kehilangan kekuatannya.
- Kebiasaan buruk buang air kecil, misalnya sering menahan atau pergi “sekadar berjaga-jaga”.
- Sering mengalami konstipasi atau mengejan keras saat buang air besar.
- Adanya prolaps, yaitu kondisi ketika kandung kemih, rahim, atau usus turun dan menekan area vagina.
- Faktor usia, terutama pada orang yang berusia di atas 65 tahun.
- Penyakit yang memengaruhi saraf otak dan kandung kemih, seperti stroke, Parkinson, atau multiple sclerosis.
- Gangguan penglihatan, kesulitan bergerak, atau keterbatasan dalam menggunakan tangan.
- Kondisi demensia yang membuat sulit mengontrol fungsi tubuh secara normal.
Faktor Resiko Inkontinensia Urine?
Selain penyebab langsung, ada beberapa hal yang bisa meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami inkontinensia urine. Faktor-faktor ini tidak selalu menjadi penyebab utama, tetapi dapat memperbesar risiko terjadinya gangguan kontrol kandung kemih.
- Usia yang semakin bertambah. Inkontinensia urine lebih sering orang alami saat memasuki usia paruh baya dan sangat umum terjadi pada orang berusia di atas 80 tahun.
- Riwayat keluarga. Jika ada anggota keluarga yang mengalami inkontinensia urine, risiko Anda untuk mengalaminya bisa lebih tinggi.
- Gejala saluran kemih bawah (LUTS). Kondisi ini mencakup berbagai gangguan
Gejala Inkontinensia Urine
Mengetahui gejala inkontinensia urine memang sangat penting. Dengan memahami ciri-ciri terkena inkontinsia urine, Anda dapat mengatasinya lebih cepat. Berikut gejalanya yang harus Anda ketahui:
- Stress incontinence. Urine keluar saat kandung kemih mendapat tekanan, misalnya ketika batuk, bersin, tertawa, berolahraga, atau mengangkat beban berat. Kondisi ini membuat ibu merasa tidak bisa menahan kencing dalam aktivitas sehari-hari.
- Urge incontinence. Timbul rasa ingin buang air kecil yang sangat mendesak diikuti keluarnya urine tanpa bisa dikontrol. Penderitanya biasanya sering kencing, termasuk di malam hari, dan bisa dipicu oleh infeksi atau gangguan saraf.
- Overflow incontinence. Ditandai dengan keluarnya urine sedikit demi sedikit secara terus-menerus karena kandung kemih tidak kosong sepenuhnya. Kondisi ini bisa menyebabkan rasa tidak nyaman dan kesulitan menahan kencing.
- Functional incontinence. Kebocoran urine terjadi karena hambatan fisik atau mental yang membuat sulit mencapai toilet tepat waktu. Contohnya pada penderita radang sendi parah yang tidak sempat membuka pakaian saat ingin buang air kecil.
- Mixed incontinence. Terjadi saat seseorang mengalami lebih dari satu jenis inkontinensia urine sekaligus. Kombinasi yang paling sering adalah antara stress incontinence dan urge incontinence, yang membuat tidak bisa menahan kencing
Baca Juga: Ciri-Ciri Urine Orang yang Sehat dan Tidak Sehat, Seperti Apa?
Diagnosa penyakit Inkontinensia Urine
Untuk mengetahui jenis dan penyebab inkontinensia urine, tenaga medis biasanya melakukan pemeriksaan menyeluruh. Proses ini meliputi tanya jawab, pemeriksaan fisik, hingga tes tambahan bila perlu untuk memastikan diagnosis.
- Riwayat gejala. Dokter akan menanyakan seberapa sering buang air kecil dan apakah urine keluar di luar waktu ke toilet. Pertanyaan ini membantu menemukan pola kebocoran yang Anda alami.
- Frekuensi kebocoran urine. Informasi tentang seberapa sering dan seberapa banyak urine yang keluar menjadi acuan dalam menentukan tingkat keparahan. Data ini juga membantu menilai jenis inkontinensia yang Anda alami.
- Waktu pertama kali gejala muncul. Dokter akan memimnta pasien untuk menjelaskan kapan pertama kali merasa tidak bisa menahan kencing. Hal ini membantu memperkirakan faktor pemicu yang mungkin terlibat.
- Riwayat pengobatan dan kondisi kesehatan. Dokter akan memeriksa obat-obatan yang sedang atau pernah Anda konsumsi serta kondisi medis lain yang dapat memengaruhi kandung kemih. Dengan begitu, penyebab yang mendasari bisa lebih mudah teridentifikasi.
- Riwayat kehamilan dan persalinan. Informasi tentang jumlah kehamilan dan proses persalinan menjadi penting karena keduanya dapat memengaruhi kekuatan otot dasar panggul. Dari sini, dokter bisa menentukan kemungkinan hubungan antara persalinan dan gejala inkontinensia.
Komplikasi Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine yang berlangsung dalam jangka panjang bisa menimbulkan dampak lebih dari sekadar kebocoran urin. Kondisi ini dapat mengganggu kesehatan fisik maupun kualitas hidup sehari-hari.
- Masalah kulit. Kulit yang sering lembap karena urine lebih mudah mengalami iritasi dan ruam. Jika tidak ditangani, kondisi ini bisa berkembang menjadi infeksi kulit atau luka yang sulit sembuh.
- Infeksi saluran kemih. Kebiasaan tidak bisa menahan kencing meningkatkan risiko terkena infeksi berulang pada saluran kemih. Hal ini dapat menimbulkan rasa nyeri, perih, dan ketidaknyamanan saat buang air kecil.
- Gangguan dalam kehidupan sehari-hari. Inkontinensia urine dapat menurunkan rasa percaya diri dan membuat aktivitas sosial terganggu. Bahkan, pekerjaan dan hubungan pribadi bisa terdampak akibat rasa tidak nyaman yang ditimbulkan.
Cara Mengatasi Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine dapat ditangani dengan berbagai cara, mulai dari perubahan gaya hidup hingga tindakan medis. Penanganan yang tepat tergantung pada jenis dan tingkat keparahan keluhan yang dialami.
1. Perawatan Non Bedah
Langkah awal cara mengatasi pipis terus biasanya dilakukan dengan metode sederhana tanpa operasi. Beberapa pilihan meliputi:
- Perubahan gaya hidup, seperti menurunkan berat badan serta mengurangi konsumsi kafein dan alkohol.
- Latihan otot panggul dengan melakukan senam Kegel untuk memperkuat otot yang mendukung kandung kemih.
- Latihan kandung kemih, yaitu melatih tubuh agar bisa menunda buang air kecil lebih lama.
- Penggunaan produk inkontinensia, misalnya pembalut penyerap khusus atau urinal portabel.
Jika keluhan tidak membaik, dokter dapat merekomendasikan obat-obatan untuk membantu mengendalikan gejala. Dengan perawatan ini, banyak orang bisa menjalani aktivitas sehari-hari lebih nyaman.
2. Perawatan Bedah
Jika metode non bedah belum efektif, operasi dapat menjadi pilihan untuk mengurangi keluhan. Pada inkontinensia stres, prosedur seperti pemasangan sling bertujuan menahan kandung kemih dan memperkuat otot pengendali urin.
Sementara itu, untuk inkontinensia urgensi, operasi dapat berupa pembesaran kandung kemih atau pemasangan alat khusus yang menstimulasi saraf pengendali otot kandung kemih. Tindakan ini biasanya dipilih untuk kasus yang lebih berat.
Cara Mencegah Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine memang tidak selalu bisa dicegah sepenuhnya, tetapi ada langkah-langkah sederhana yang dapat membantu menurunkan risikonya. Dengan menjaga pola hidup sehat, tubuh akan lebih kuat dan fungsi kandung kemih pun bisa tetap terjaga dengan baik.
1. Menjaga Berat Badan Ideal
Kelebihan berat badan dapat memberi tekanan ekstra pada kandung kemih dan otot sekitarnya. Hal ini bisa memperburuk risiko terjadinya kebocoran urine dalam jangka panjang.
Menjaga berat badan tetap sehat bisa Anda lakukan dengan rutin berolahraga dan mengatur pola makan seimbang. Semakin stabil berat badan, semakin ringan juga beban kerja kandung kemih sehingga risiko inkontinensia bisa Anda cegah.
2. Mengatur Kebiasaan Minum
Minuman beralkohol maupun berkafein seperti kopi, teh, dan soda dapat membuat kandung kemih lebih cepat terisi dan mudah teriritasi. Hal ini sering kali memicu frekuensi buang air kecil meningkat atau bahkan kebocoran urine.
Mengurangi konsumsi minuman tersebut dapat membantu meringankan gejala inkontinensia. Selain itu, jika sering terbangun malam hari untuk buang air kecil, sebaiknya kurangi asupan cairan menjelang tidur namun tetap cukup minum di siang hari.
3. Melatih Otot Panggul (Senam Kegel)
Otot panggul yang lemah sering kali menjadi penyebab sulitnya mengontrol aliran urine. Melatih otot ini melalui senam Kegel bisa membantu menguatkan kendali dan daya tahan kandung kemih.
Latihan otot panggul bermanfaat bagi siapa saja, baik wanita setelah melahirkan maupun pria. Dengan melakukannya secara rutin, daya tahan otot semakin kuat sehingga kemampuan menahan urine bisa lebih optimal.
Baca Juga: Ciri-Ciri Warna Urine Normal dan Tidak Sehat Tanda Penyakit
Pengobatan Inkontinensia Urine
Pengobatan inkontinensia urine bisa Anda lakukan dengan obat-obatan untuk membantu mengurangi kebocoran urine dan menjaga fungsi kandung kemih. Langkah ini sering dipilih ketika perubahan gaya hidup belum cukup efektif dan kondisi mulai mengganggu aktivitas sehari-hari.
Efek menahan kencing terlalu sering juga bisa Anda cegah dengan penggunaan obat yang tepat. Beberapa jenis obat yang umum digunakan antara lain:
- Oxybutynin (Ditropan®, Ditropan XL®, Oxytrol®)
- Tolterodine (Detrol®)
- Solifenacin (VESIcare®)
- Fesoterodine (Toviaz®)
- Darifenacin (Enablex®)
- Trospium (Sanctura®)
- Mirabegron (Myrbetriq®)
- Vibegron (Gemtesa®)
Biasanya, dokter berikan obat mulai dari dosis kecil lalu perlahan untuk mengurangi risiko efek samping dan memastikan hasil pengobatan berjalan optimal.
Jika Anda atau keluarga Anda mengalami gejala penyakit inkontinensia urine, segera kunjungi Ciputra Hospital, dapatkan kemudahan untuk konsultasi dan membuat janji dengan dokter pilihan Anda. Cek informasi lengkap mengenai layanan Ciputra Hospital, mulai dari rawat jalan hingga Medical Check Up (MCU), hanya di situs resmi atau kunjungi langsung fasilitas terdekat sekarang juga.
Telah Direview oleh Dr. Aisha Nadina
Source:
- Mayo Clinic. Urinary incontinence. Desember 2025
- NHS. Urinary incontinence. Desember 2025
- Cleveland Clinic. Urinary Incontinence. Desember 2025



