Ditulis oleh Tim Konten Medis
Cedera otak traumatik adalah gangguan pada otak akibat benturan, trauma, atau kondisi medis tertentu yang dapat menyebabkan gejala seperti pusing, kehilangan ingatan, hingga gangguan kesadaran. Kondisi ini bisa berbahaya, tergantung tingkat keparahannya, dan memerlukan penanganan medis yang tepat untuk mencegah komplikasi serius.

Cedera otak menyebabkan gangguan fungsi otak.
Cedera otak bisa terjadi karena berbagai penyebab, seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh, benturan keras saat olahraga, atau kondisi medis seperti stroke dan infeksi otak. Tingkat keparahannya bervariasi, mulai dari ringan hingga berat, yang dapat memengaruhi fungsi otak secara sementara atau permanen.
Untuk mengobati cedera otak, dokter biasanya merekomendasikan istirahat, terapi fisik, atau bahkan tindakan medis seperti operasi bila perlu. Pengobatan yang tepat sangat bergantung pada tingkat kerusakan yang terjadi sehingga pemeriksaan medis segera sangat penting untuk mencegah dampak jangka panjang.
Definisi Cedera Otak Traumatik
Cedera Otak Traumatik (COT) adalah gangguan pada fungsi otak karena adanya faktor eksternal, seperti pukulan, benturan, sentakan, atau luka tembus di kepala. Namun, tidak semua cedera di kepala menyebabkan cedera otak traumatik.
Beberapa hanya memengaruhi tulang tengkorak tanpa merusak otak. Jika cedera bersifat ringan, kondisi ini dikenal sebagai gegar otak.
Cedera otak traumatik telah menjadi masalah kesehatan yang serius selama bertahun-tahun dan masih menjadi penyebab utama kematian serta kecacatan berat. Dampaknya sangat besar, tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi sosial ekonomi masyarakat secara global.
Baik di negara berpenghasilan rendah maupun tinggi, cedera otak traumatik dapat terjadi pada siapa saja, kapan saja, dengan konsekuensi jangka panjang yang memengaruhi kualitas hidup penderitanya.
Baca Juga: Ketahui Mati Batang Otak, Benarkan Sudah Dipastikan Meninggal Secara Medis?
Jenis Cedera Otak Traumatik
Cedera Otak Traumatik (COT) dikategorikan berdasarkan tingkat keparahannya menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Skala ini untuk menilai kondisi pasien berdasarkan tiga respons utama:
- Respon membuka mata
- Kemampuan berbicara
- Pergerakan anggota tubuh
GCS memiliki rentang skor antara 3 hingga 15. Skor 3 menunjukkan koma dalam, sedangkan skor 15 menandakan kondisi sadar sepenuhnya. Berdasarkan skor ini, cedera otak traumatik terbagi menjadi tiga tingkat keparahan:
- Cedera Otak Ringan (COR): GCS 14-15.
- Cedera Otak Sedang (COS): GCS 9-13.
- Cedera Otak Berat (COB): GCS 3-8.
Cedera otak traumatik dapat dibedakan menjadi dua jenis utama berdasarkan kondisi tengkorak saat mengalami cedera:
1. Cedera Otak Traumatik Tertutup (Closed Head Injury)
Cedera otak traumatik tertutup terjadi akibat benturan keras pada kepala tanpa adanya luka terbuka. Penyebabnya meliputi kecelakaan lalu lintas, jatuh, atau olahraga kontak. Karena tidak ada luka yang terlihat, cedera ini sering sulit terdiagnosis, padahal dampaknya bisa memburuk tanpa pemeriksaan medis segera.
Pengobatan berfokus pada pemantauan kondisi otak untuk mendeteksi perdarahan atau pembengkakan. Jika gejala memburuk, perlu tindakan medis. Rehabilitasi membantu pemulihan fungsi kognitif dan motorik, serta dukungan emosional juga penting karena cedera ini dapat memengaruhi kondisi mental pasien dan keluarganya.
Dampak jangka panjang bervariasi, dari gangguan ringan seperti kesulitan berkonsentrasi hingga kecacatan permanen. Deteksi dan penanganan dini sangat penting untuk meningkatkan peluang pemulihan.
2. Cedera Otak Traumatik Terbuka (Open Head Injury)
Cedera otak traumatik terbuka terjadi ketika tengkorak tertembus benda tajam atau keras, misalnya akibat kecelakaan, tembakan, atau serangan benda tajam. Luka ini menyebabkan kerusakan langsung pada otak dan memerlukan perawatan medis segera untuk mencegah komplikasi serius.
Pengobatan meliputi operasi untuk mengangkat benda asing, memperbaiki tengkorak, dan menghentikan perdarahan. Setelah itu, pasien membutuhkan rehabilitasi intensif seperti terapi fisik, okupasi, bicara, dan kognitif untuk memulihkan fungsi tubuh dan mental.
Selain tantangan fisik dan mental, cedera ini berdampak besar pada kehidupan sosial dan finansial pasien. Perubahan perilaku, kepribadian, serta biaya perawatan dan alat bantu medis dapat menjadi beban berat bagi keluarga.
Penyebab Cedera Otak Traumatik
Cedera Otak Traumatik (COT) dapat terjadi akibat berbagai faktor eksternal yang menyebabkan benturan atau tekanan pada kepala. Berikut beberapa penyebab paling umum:
- Kecelakaan Lalu Lintas (KLL): KLL merupakan penyebab utama COT, termasuk tabrakan antar kendaraan, pejalan kaki yang tertabrak, serta kecelakaan yang melibatkan pengendara sepeda dan sepeda motor, baik dengan atau tanpa kendaraan lain.
- Terjatuh: Insiden terjatuh, terutama pada anak-anak dan lansia, sering menyebabkan cedera kepala yang berpotensi menimbulkan COT.
- Olahraga Kontak & Ekstrem: Olahraga seperti sepak bola, berkuda, balapan, tinju, dan olahraga ekstrem lainnya meningkatkan risiko COT akibat benturan langsung pada kepala. Oleh karena itu, perlu adanya aturan yang lebih ketat terkait penggunaan alat pelindung kepala yang sesuai standar serta pembatasan frekuensi dan kekuatan benturan, terutama dalam olahraga bela diri.
Baca Juga: Penyakit Aneurisma Otak: Penyebab, Gejala, dan Pengobatan
Gejala dan Tanda
Gejala cedera otak traumatik bergantung pada bagian otak yang mengalami kerusakan. Efeknya bisa memengaruhi fisik, kemampuan berpikir, emosi, dan fungsi tubuh lainnya.
Beberapa gejala muncul segera setelah cedera terjadi, sementara yang lain mungkin baru terasa setelah beberapa waktu. Tingkat keparahan COT juga menentukan gejalanya, tetapi secara umum, tanda-tanda yang paling ringan bisa berupa:
- Nyeri kepala
- Mual dan muntah
- Pingsan
- Hilang ingatan atau tidak ingat kejadian
- Kejang
- Kelemahan anggota gerak
- Gangguan penglihatan
- Gangguan berbicara
- Hingga yang paling berat adalah penurunan kesadaran atau koma
Pemeriksaan Cedera Otak Traumatik
Setiap pasien dengan COT akan menjalani pemeriksaan neurologis secara menyeluruh. Untuk melihat kondisi otak, terdapat dua jenis pemindaian utama:
1. Intervensi Bedah
Pembedahan darurat untuk dekompresi otak yang cedera dan meminimalkan kerusakan pada otak maupun jaringan lainnya meliputi:
- Evakuasi bekuan darah untuk mengurangi tekanan pada otak.
- Pengangkatan sebagian tengkorak untuk mengurangi tekanan pada otak.
- Perbaikan patah tulang tengkorak yang patah, dan/atau pengangkatan pecahan tengkorak dari jaringan otak (pada trauma tembus).
- Pemasangan selang untuk mengalirkan cairan otak.
2. Intervensi Medis
Obat-obatan juga untuk mengurangi kerusakan sekunder pada otak:
- Obat sedasi, dalam kondisi tersedasi otak membutuhkan oksigen yang jauh lebih sedikit. Ini adalah salah satu cara untuk mengatasi suplai oksigen dan nutrisi ke otak yang menurun oleh pembuluh darah yang terkompresi akibat peningkatan tekanan otak.
- Obat diuretik, untuk mengurangi jumlah cairan dalam jaringan otak dan dengan demikian membantu mengurangi tekanan pada otak.
- Obat anti kejang sering diberikan pada tahap awal untuk menghindari kerusakan otak tambahan, yang mungkin disebabkan jika kejang terjadi.
- Obat-obatan suportif lainnya seperti penyetop perdarahan, anti nyeri, antibiotik, dan lain sebagainya sesuai dengan kondisi masing-masing pasien.
Rehabilitasi Cedera Otak Traumatik
Sama seperti setiap individu yang unik, tidak ada dua cedera otak yang benar-benar sama. Oleh karena itu, rehabilitasi neurologis dan fisioterapi setelah COT harus mempertimbangkan prinsip neuroplastisitas serta menerapkan pendekatan yang berpusat pada pasien.
Keterlibatan individu dalam penetapan tujuan dan pemilihan prosedur perawatan menjadi hal yang sangat penting.
1. Fase Akut
Pada fase ini, perawatan awal berfokus pada meningkatkan kekuatan pernapasan serta menyesuaikan perubahan pada sistem muskuloskeletal. Target utama adalah mobilisasi dini yang dilakukan secara bertahap, bahkan sejak pasien masih di tempat tidur.
2. Fase Subakut
Pada fase ini, fisioterapi bertujuan menciptakan lingkungan yang mendukung pemulihan fungsional. Pasien mulai diarahkan untuk melakukan aktivitas yang bermakna dan relevan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
3. Fase Pasca Akut
Manajemen fisioterapi pada fase ini berfokus pada peningkatan keterampilan motorik spesifik dengan tujuan mendukung aktivitas sehari-hari. Proses ini sangat bergantung pada pendekatan kolaboratif antara pasien dan keluarga.
Rehabilitasi dapat dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, atau terapi berbasis komunitas, bahkan dalam beberapa kasus, pasien mungkin memerlukan akses rehabilitasi seumur hidup.
Pencegahan Penyakit Cedera Otak Traumatik
Untuk mengurangi risiko cedera otak, ada beberapa langkah pencegahan yang bisa dilakukan:
- Gunakan Sabuk Pengaman dan Airbag: Selalu kenakan sabuk pengaman saat berada di dalam mobil. Jika membawa anak kecil, pastikan mereka duduk di kursi belakang dengan menggunakan car seat atau booster seat yang sesuai dengan usia, tinggi, dan berat badannya.
- Hindari Alkohol dan Obat-obatan Saat Berkendara: Jangan pernah mengemudi dalam keadaan mabuk atau di bawah pengaruh obat-obatan, termasuk obat resep yang bisa mengganggu konsentrasi dan refleks saat mengemudi.
- Gunakan Helm Saat Beraktivitas: Pakailah helm saat mengendarai sepeda, motor, skateboard, atau kendaraan off-road seperti ATV dan snowmobile.
- Tetap Waspada dengan Lingkungan Sekitar: Hindari berjalan, menyebrang jalan, atau mengemudi sambil bermain ponsel atau menggunakan gadget lain. Gangguan seperti ini bisa meningkatkan risiko kecelakaan atau terjatuh.
Baca Juga: Apa Itu Meningitis? Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasi
Bila Anda atau orang sekitar Anda mengalami cedera otak traumatik yang tidak kunjung membaik, Anda bisa kunjungi rumah sakit Ciputra Hospital terdekat untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Yuk, jaga kesehatan tubuh dengan rutin melakukan medical check up di Ciputra Hospital.
Anda juga bisa konsultasi dan buat janji dengan dokter di Ciputra Hospital terdekat. Cek layanan rumah sakit Ciputra Hospital mulai dari rawat jalan hingga Medical Check Up (MCU) selengkapnya sekarang juga.
Telah direview oleh dr. I Gde Anom Ananta Yudha, Sp.BS, FINO, FINSS, FICS
Source:
- Cleveland Clinic. Traumatic Brain Injury. Februari 2025.
- Mayo Clinic. Traumatic Brain Injury. Februari 2025.