Ditulis oleh Tim Konten Medis
Spina bifida ditandai dengan kelemahan kaki, masalah buang air, hingga risiko hidrocefalus. Penanganannya mencakup operasi, terapi medis, dan pencegahan dengan asam folat.

Spina bifida adalah salah satu kelainan bawaan pada bayi yang terjadi sejak janin mulai berkembang di dalam kandungan. Kondisi ini dapat memengaruhi tulang belakang dan sistem saraf, dengan tingkat keparahan yang bervariasi dari ringan hingga berat.
Pemahaman yang baik tentang spina bifida juga dapat membantu mendeteksi kondisi ini sejak dini melalui pemeriksaan kehamilan yang tepat. Pencegahan melalui konsumsi asam folat sebelum dan selama kehamilan menjadi kunci utama untuk mengurangi risiko cacat tabung saraf.
Apa Itu Spina Bifida?
Spina bifida adalah kelainan bawaan pada tabung saraf yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kelainan ini terjadi ketika tulang belakang dan sumsum tulang belakang janin tidak menutup dengan sempurna sejak awal kehamilan.
Kondisi ini dapat menimbulkan celah pada tulang belakang yang memengaruhi saraf, sumsum tulang belakang, hingga tulang sekitarnya. Dalam kasus yang lebih parah, bisa muncul kantung berisi cairan yang menonjol keluar melalui celah tersebut.
Pada spina bifida occulta, biasanya tidak terlihat tanda luar yang jelas dan sering kali baru diketahui melalui pemeriksaan medis. Namun pada kondisi yang lebih serius, bayi mungkin memerlukan operasi segera setelah lahir serta perawatan lanjutan untuk membantu mengatasi gejalanya sepanjang hidup.
Baca Juga: Epilepsi pada Bayi, Tanda dan Cara Mengatasinya
Jenis Spina Bifida
Mengetahui jenis spina bifida sangat penting agar orang tua dan tenaga medis dapat memahami dampak serta langkah penanganannya dengan tepat. Berikut adalah tiga jenis utama spina bifida yang perlu Anda ketahui:
1. Myelomeningocele
Myelomeningocele merupakan jenis spina bifida yang paling berat dan sering menjadi bentuk yang dimaksud saat orang menyebut “spina bifida”. Pada kondisi ini, terdapat kantong berisi cairan yang menonjol keluar melalui celah di punggung bayi.
Di dalam kantong tersebut terdapat bagian dari sumsum tulang belakang dan saraf yang mengalami kerusakan. Akibatnya, penderita bisa mengalami disabilitas sedang hingga berat, termasuk kesulitan menggerakkan tungkai.
2. Meningocele
Jenis spina bifida yang satu ini juga melibatkan munculnya kantong cairan di punggung bayi, namun berbeda dari myelomeningocele karena sumsum tulang belakang tidak ikut masuk ke dalam kantong tersebut. Kerusakan saraf biasanya minimal atau bahkan tidak ada sama sekali, sehingga disabilitas yang timbul pun cenderung ringan.
Meski begitu, kondisi ini tetap memerlukan evaluasi medis untuk memastikan tidak ada komplikasi tersembunyi.
3. Spina Bifida Occulta
Spina bifida occulta merupakan jenis yang paling ringan dan sering kali tidak menimbulkan gejala apa pun. Nama “occulta” berarti “tersembunyi”, karena celah pada tulang belakang terjadi tanpa ada benjolan atau kantong cairan di punggung.
Sumsum tulang belakang dan saraf biasanya berkembang secara normal. Banyak kasus spina bifida occulta baru terdeteksi saat masa remaja atau bahkan saat dewasa melalui pemeriksaan pencitraan seperti X-ray atau MRI yang dilakukan karena alasan lain.
Penyebab Spina Bifida
Spina bifida merupakan kelainan bawaan yang terjadi akibat kombinasi berbagai faktor, mulai dari genetik, nutrisi, hingga lingkungan. Meskipun penyebab spina bifida belum sepenuhnya dipahami, ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan bayi terlahir dengan kondisi ini.
Beberapa penyebab spina bifida dan faktor risikonya antara lain:
- Kekurangan folat (vitamin B9): kadar folat yang rendah selama kehamilan meningkatkan risiko gangguan tabung saraf, termasuk spina bifida.
- Riwayat keluarga: memiliki anak atau anggota keluarga dengan kelainan tabung saraf bisa menambah peluang bayi berikutnya mengalami hal serupa.
- Konsumsi obat tertentu: penggunaan obat antikejang seperti asam valproat dapat mengganggu penyerapan folat, sehingga meningkatkan risiko.
- Diabetes yang tidak terkontrol: ibu dengan diabetes yang tidak stabil sebelum hamil lebih berisiko memiliki bayi dengan spina bifida.
- Obesitas saat hamil: berat badan berlebih juga dikaitkan dengan risiko lebih tinggi terjadinya kelainan ini.
- Suhu tubuh terlalu tinggi: demam tinggi, sauna, atau penggunaan hot tub pada awal kehamilan dapat meningkatkan risiko spina bifida.
Baca juga: 11 Jenis Penyakit Keturunan yang Sulit untuk Dicegah
Gejala Spina Bifida
Meski sebagian besar kasus dapat tenaga medis tangani dengan operasi untuk menutup celah pada tulang belakang, kerusakan saraf yang sudah terjadi bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Karena itu, penting bagi orang tua mengenali gejala spina bifida sejak dini agar anak mendapatkan penanganan yang tepat.
Beberapa gejala spina bifida yang dapat muncul antara lain:
- Kelemahan hingga kelumpuhan pada kedua kaki.
- Masalah buang air besar dan buang air kecil (inkontinensia usus dan kandung kemih).
- Hilangnya sensasi pada kulit di area kaki dan sekitar bokong, sehingga anak tidak bisa merasakan panas atau dingin dan berisiko cedera.
- Terjadinya hidrocefalus, yaitu penumpukan cairan di otak yang dapat merusak jaringan otak.
- Kecerdasan umumnya normal, namun sebagian anak bisa mengalami kesulitan belajar.
Dalam kasus spina bifida pada orang dewasa, gejala yang muncul bisa berupa nyeri punggung kronis, kelemahan otot, atau gangguan fungsi kandung kemih dan usus yang berkelanjutan
Baca Juga: Penyebab Sepsis pada Bayi, Gejala, dan Cara Mengatasi
Cara Mendiagnosis Spina Bifida
Spina bifida umumnya bisa terdeteksi sejak masa kehamilan melalui pemeriksaan rutin. Pemeriksaan ini bertujuan memastikan kondisi janin, melihat kemungkinan adanya kelainan pada tulang belakang, serta menentukan langkah penanganan yang tepat.
Semakin cepat diagnosis ditegakkan, semakin besar peluang untuk mempersiapkan perawatan terbaik bagi bayi. Beberapa cara mendiagnosis spina bifida antara lain:
- USG resolusi tinggi (Level II Ultrasound): untuk memastikan adanya kelainan, menentukan lokasi cacat tulang belakang, serta mendeteksi kemungkinan kelainan lain seperti kaki bengkok (club foot).
- MRI janin: untuk memeriksa adanya malformasi Chiari II dan melihat kemungkinan gangguan saraf lain.
- Ekokardiogram janin: untuk menilai apakah terdapat masalah pada jantung.
- Amniosentesis: mengambil sampel cairan ketuban guna mendeteksi kadar alpha-fetoprotein (AFP) dan enzim tertentu yang menandakan adanya cacat tabung saraf.
- Tes darah ibu (MSAFP): untuk mengukur kadar AFP dalam darah ibu yang bisa menjadi tanda adanya kelainan pada janin.
Baca Juga: Mengenal Hemofilia, dari Penyebab hingga gejalanya
Komplikasi
Spina bifida dapat menimbulkan berbagai komplikasi, dari yang ringan hingga serius, tergantung pada letak dan luasnya kerusakan tulang belakang serta saraf yang terlibat. Tidak semua anak mengalami komplikasi yang sama, namun penting untuk memahami berbagai risiko kesehatan yang bisa menyertai kondisi ini agar dapat menanganinya sejak dini.
- Masalah berjalan dan mobilitas: Kerusakan saraf di tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan pada kaki.
- Kelainan ortopedi: Anak bisa mengalami skoliosis, kaki bengkok, dislokasi pinggul, dan otot kaku.
- Gangguan buang air besar dan kecil: Saraf yang mengatur fungsi kandung kemih dan usus sering kali tidak berfungsi normal.
- Penumpukan cairan otak (hidrosefalus): Cairan otak dapat menumpuk dan menyebabkan tekanan di dalam kepala.
- Gangguan shunt: Alat bantu cairan otak bisa mengalami penyumbatan atau infeksi, menyebabkan sakit kepala hingga kejang.
- Chiari malformasi tipe 2: Bagian otak bawah turun ke saluran tulang belakang, bisa memengaruhi napas, tangan, dan kemampuan menelan.
- Infeksi selaput otak (meningitis): Infeksi serius ini bisa merusak otak dan membahayakan nyawa.
- Tethered spinal cord: Saraf tulang belakang yang tertarik oleh jaringan parut bisa mengganggu pertumbuhan dan fungsi motorik.
- Gangguan tidur: Anak bisa mengalami sleep apnea atau gangguan pernapasan saat tidur.
- Masalah kulit: Area tubuh yang kurang sensitif rentan mengalami luka atau infeksi yang sulit sembuh.
- Alergi lateks: Anak dengan spina bifida lebih berisiko alergi terhadap produk berbahan karet alami.
- Komplikasi lainnya: Bisa termasuk infeksi saluran kemih, gangguan pencernaan, depresi, dan kesulitan belajar.
Cara Mengatasi Spina Bifida
Berikut ini beberapa langkah penting yang bisa dilakukan untuk membantu mengatasi dan mencegah spina bifida:
1. Konsumsi Asam Folat Sejak Dini
Memastikan tubuh memiliki cukup asam folat sejak awal kehamilan sangat penting untuk mencegah spina bifida. Karena banyak orang baru menyadari bahwa dirinya hamil di minggu-minggu awal kehamilan, saran agar semua perempuan usia subur mengonsumsi suplemen asam folat sebanyak 400 mikrogram (mcg) setiap hari.
Asam folat ini membantu perkembangan sistem saraf janin dan bisa menurunkan risiko cacat bawaan lainnya seperti bibir sumbing atau kelainan jantung.
2. Persiapan Sebelum Kehamilan
Bagi orang dewasa yang sedang merencanakan kehamilan atau mungkin bisa hamil, dianjurkan untuk mendapatkan asupan asam folat harian sebesar 400 hingga 800 mcg. Karena tubuh lebih mudah menyerap asam folat dalam bentuk suplemen dibandingkan folat alami dari makanan, maka vitamin tambahan sangat perlu untuk perlindungan optimal terhadap risiko spina bifida.
3. Dosis Tambahan Jika Dibutuhkan
Jika seseorang memiliki spina bifida, pernah melahirkan anak dengan kondisi ini, sedang mengonsumsi obat anti-kejang, atau menderita diabetes, maka diperlukan dosis asam folat yang lebih tinggi sebelum kehamilan. Dalam kasus ini, sebaiknya berkonsultasi dengan tenaga medis untuk mendapatkan takaran yang sesuai demi memaksimalkan perlindungan terhadap bayi.
Pencegahan Spina Bifida
Perempuan yang sedang merencanakan kehamilan sebaiknya mengonsumsi suplemen asam folat sebanyak 400 mikrogram setiap hari dan melanjutkannya hingga usia kehamilan mencapai 12 minggu. Jika belum mengonsumsi sebelum hamil, segera mulai begitu mengetahui diri sedang hamil.
Suplemen ini bisa Anda beli di apotek, supermarket, atau melalui resep dokter.
1. Konsumsi Makanan yang Mengandung Folat Alami
Selain dari suplemen, tubuh juga bisa mendapatkan folat dari makanan bergizi seperti brokoli, bayam, dan kacang-kacangan seperti chickpeas. Folat merupakan bentuk alami dari asam folat dan penting untuk mendukung perkembangan janin di masa awal kehamilan.
2. Dosis Lebih Tinggi untuk Perempuan dengan Risiko Tinggi
Bagi perempuan yang memiliki risiko tinggi melahirkan anak dengan spina bifida, dokter biasanya akan meresepkan asam folat dalam dosis lebih tinggi, yaitu 5 miligram per hari. Kelompok ini termasuk mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan cacat tabung saraf, pernah mengalami kehamilan serupa, atau menderita diabetes.
Jika sedang menjalani pengobatan epilepsi, penting untuk berkonsultasi dengan dokter karena beberapa obat dapat memengaruhi penyerapan asam folat dalam tubuh. Dalam kasus ini, dosis asam folat yang lebih tinggi mungkin dibutuhkan untuk mengurangi risiko spina bifida.
Yuk kunjungi Ciputra Hospital, dapatkan kemudahan untuk konsultasi dan membuat janji dengan dokter pilihan Anda.
Cek informasi lengkap mengenai layanan Ciputra Hospital, mulai dari rawat jalan hingga Medical Check Up (MCU).
Telah Direview oleh Dr. Aisha Nadina Shani A
Source:
- Cleveland Clinic. Spina Bifida. September 2025.
- Mayo Clinic. Spina bifida. September 2025.
- NHS. Spina bifida. September 2025.